Pengrajin seni kriya itu, terlihat sibuk berproses membuat seni batik khas Batam. Pengrajin itu terdiri dari tiga orang. Satu orang sibuk meracik beragam pewarna batik sembari membuat motif, satu orang lagi merendam kain batik, sedangkan yang lainnya membuat batik tulis di atas kain.
Terasa sekali suasana kerja para pengrajin, semua perlengkapan seni kriya batik tampak lengkap dan tersusun rapi di ruangan dewan kerajinan nasional yang berada di lantai dasar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Batam. Ruangan workshop itu telah banyak melahirkan beragam karya seni batik Batam khas kepulauan Riau.
Seorang pengrajin seni kriya bernama Sugeng, bercerita kepadaku tentang sejarah batik di kota industri dan pariwisata ini. Berawal dari pengalaman yang dialami Sugeng beserta teman-teman pengrajin seni kriya Batam lainnya. Pada waktu itu, banyak dari wisatawan domestik maupun mancanegara mengunjungi Kota Batam, lalu mereka bertanya apakah ada cenderamata khas yang mencerminkan identitas Kota Batam?.
Seketika Sugeng dan teman-teman yang lain bingung dan gelisah dengan pertanyaan yang sering dilontarkan para wisatawan itu. Bermula dari pertanyaan itu, Sugeng dan beberapa teman lainnya mulai menekuni dunia seni kriya dan berinisiatif untuk menciptakan suatu karya seni yang dapat dijadikan cenderamata beridentitas Kota Batam.
Diputuskan membuat batik tekstil dengan motif bahari yang dapat menjadi cenderamata bagi para wisatawan domestik dan mancanegara. Sugeng bercerita kembali, pada tahun 2007 pertanyaan dari wisatawan domestik dan wisatawan internasional itu pun terjawab. Batik Batam akhirnya menjadi bahan perbincangan di dinas perdagangan dan perindustrian Kota Batam, kemudian mereka mengunjungi Dekranasda Provinsi Riau yang berada di Pekanbaru.
Dekranasda Provinsi Riau menyarankan kepada Dekranasda Batam untuk mengunjungi rumah batik "Tabir Encik Amron Salmon" yang berada di Pekanbaru. Dari pertemuan dan diskusi, beliau menyarankan kepada tim Dekranasda Batam untuk membuat batik dengan motif ciri khas kearifan lokal Kota Batam.
Pada waktu itu, encik Amron pernah mengunjungi rumah limas etnis Melayu yang ada di kampung melayu Batu Besar Nongsa Batam. Lalu, ia memberikan contoh melalui salah satu contoh motif yang ada di pintu rumah limas tersebut.
Setelah bertemu dengan encik Amron, tim Dekranasda Batam mengambil insiatif untuk mengunjungi daerah Dalu-dalu Pasir Pangaraian sembari melakukan riset, mengambil foto-foto rumah adat yang ada di sana untuk dijadikan ide kreasi motif batik Batam.
Di tahun yang sama, Dekranasda membuka ruang workshop di kantor dinas kebudayaan dan pariwisata Batam. Sampai saat ini, ruang workshop Dekranasda masih dipergunakan sebagai ruang kerja bagi pengrajin seni kriya Batam dan terbuka untuk umum. Di ruang workshop itu juga, pelatihan batik diikuti oleh masyarakat Batam.
Batik sebagai Identitas Etnis Melayu Batam
Dikutip dari laman ensiklopedia, menurut sejarah, batik pertama kali ada di Indonesia sejak zaman kerajaan Majapahit di masa penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Sementara, batik yang berasal wilayah Pulau Sumatra secara umum berkembang sejak zaman kerajaan Aceh pada abad ke-13 hingga di Minang abad ke-16. Namun, pada perkembangannya, batik Sumatera berkembang di beberapa daerah, antara lain batik Aceh, batik Minang, batik Palembang, batik Bengkulu, batik Lampung, dan batik Batam.
Penamaan batik berkembang sesuai dengan kondisi alam setempat. Contoh, penamaan batik pada etnis Melayu pulau Batam atau biasa disebut Batik Batam. Ide Batik Batam bersumber dari alam sekitar, yaitu hewan-hewan laut seperti seperti siput gonggong dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya, bunga hutan.
Tentu hal ini dipengaruhi oleh sumber daya alam bahari yang menjadi sumber kehidupan sehari-hari masyarakat etnis Melayu dengan sistem mata pencarian sebagai nelayan. Alam adalah guru yang memberi ide kepada setiap masyarakat etnis Melayu untuk hidup dan berkesenian, salah satunya melalui seni batik.
Feldman (1967) mengatakan ada tiga bagian fungsi seni, yaitu: fungsi personal (The personal function of art), fungsi seni ini berkaitan dengan kebutuhan individu sebagai sarana ekspresi diri. Seni batik Batam lahir dan berkembang sampai saat ini serta menjadi wujud kesadaran individu seniman dalam mencipta seni batik bermotif Batam.
Kesadaran akan identitas diri atas pengetahuan lokal, melahirkan ide seorang seniman untuk berkreativitas berdasarkan alam sekitar sebagai sumber ide penciptaan, berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan laut yang ada di sekitar Batam maupun Kepulauan Riau.
Kedua, fungsi sosial (the social function of art) yaitu fungsi seni sebagai kepentingan masyarakat setempat, serta sebagai identitas sosial pembeda dengan identitas sosial etnis lainnya. Fungsi seni sosial pada seni batik Batam merupakan hasil interaksi sosial di antara para seniman dan masyarakat Batam, lalu mewujudkan kesepakatan yaitu batik Batam yang dikenal oleh masyarakat Indonesia ataupun negara tetangga Singapore, Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya.
Ketiga, fungsi fisik (the physical function of art), fungsi fisik seni pada awalnya berada dalam ide manusia lalu diwujudkan melalui bentuk karya seni yang mewakili adat istiadat etnis Melayu setempat. Wujud seni ini salah satunya digambarkan melalui seni batik Batam, lalu dinikmati oleh masyarakat melalui cetakkan baju batik gonggong, baju batik ikan marlin, dan lain sebagainya.
Jenis-jenis motif batik Batam
Sugeng, seorang pengrajin seni kriya berasal dari Kota Batam sekaligus kepala seksi Dekranasda bercerita, ada beberapa jenis motif batik Batam kreasi Yuspiq yang terdaftar secara hak kekayaan intelektual pada tahun 2008. Lalu, batik Batam menjadi milik Dekranasda serta menjadi identitas khas Kota Batam.
Adapun jenis motif batik Batam adalah sebagai berikut; awan larat, siput gonggong kuntum berendam, bunga sakat mayang terurai, siput gonggong bunga semayang, bunga sakat dara merajok, rajung bersusun, bunga kundur awan menjulang, perio kere sulor bekait, bunga hutan, kasih bersambut.
Dengan adanya batik Batam, maka terciptalah karya berbasis kearifan lokal sebagai pembeda dari batik-batik lain yang ada di Nusantara. Selain itu, fungsi batik dapat menyejahterakan para pengrajin seni kriya beserta keluarganya, begitu juga dari segi ekonomi yang dapat menghidupi para pedagang kerajinan seni kriya, salah satunya melalui pameran yang diadakan oleh pemerintah Kota Batam.
Partisipasi para wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara juga sangat ditunggu-tunggu oleh teman-teman Dekranasda. Mereka berharap dapat berpartisipasi untuk membatik di ruang workshop Dekranasda bersama-sama.
Kegiatan ini sengaja dilakukan Sugeng dan kawan-kawan sebagai strategi, agar para wisatawan bukan hanya sekedar membeli batik khas Batam saja, tetapi bisa juga ikut berpartisipasi membatik bersama para seniman kriya yang berasal dari Kota Batam.
Selain itu, para seniman juga dapat memberi ruang ekspresi untuk teman-teman yang ingin sekedar belajar atau ingin benar-benar mahir membatik. Tujuannya tak lain agar para wisatawan dapat mengapresiasi, berpartisipasi, belajar, serta mendapatkan pengetahuan tentang batik Batam.
Adapun perlengkapan yang diperlukan saat mengerjakan batik Batam ialah; lilin, pewarna remasol, kain catun atau kain viscos berwarna putih, kompor, canting, kuas, cap, dan meja cap. Kainnya menggunakan kain katun. Sebab selain mudah dijangkau, kain ini juga dapat memenuhi selera pasar.
Sementara untuk proses membatik, pertama, cap dikuas untuk memblok, kemudian canting digunakan untuk mewarnai kain dengan warna merah, kuning, hijau, kombinasi hitam dan biru. Warna-warna yang digunakan dalam batik Batam cenderung berwarna cerah dan gembira. Identik dengan karakter etnis Melayu.
Berikut ini adalah kreasi motif batik Batam yang disampaikan oleh Sugeng, Kepala Seksi Dekranasda Batam:
Motif awan larat yang lazim digunakan sebagai hiasan dinding dengan posisi memanjang (horizontal). Motif ini bermakna limpahan rezeki dan suka cita.
Motif siput gonggong kuntum berendam, atau motif batik yang lekat dengan adagium "memakai batik kuntum berendam, elok pula yang memakainya, rukun sekampung tiada dendam, tuah bertambah negeri sentosa".
Motif bunga sakat mayang terurai yang seringkali dikaitkan dengan ungkapan "bunga sakat mayang terurai, indah berhiaskan bunga rampai, bijak bergaul bersama handai, kerja tekun hajat pun sampai".
Motif siput goggong bunga semayang yang memiliki filosofi "mak inang latah berkain batik, memakai batik bunga semayang, seiya sekata berbuat baik, tanda berpadu kasih dan sayang".
Motif bunga sakat dara merajok yang kerap diungkapkan dalam pantun "dara merajok diberi nama, dipadan dengan warna yang cerah, banyak teman banyak saudara, selama hidup tidakkan susah".
Motif rajung bersusun yang dinyatakan dalam istilah "rajung bersusun silang bersilang, menjadi hiasan amatlah indah, rezeki mencurah pagi dan petang".
Motif bunga kundur awan menjulang yang dikiaskan dalam narasi "awan menjulang awan semampai, indah bentuknya diukir tebok, niat tunai cita tercapai, merata negeri jadi penyejuk".
Motif bunga hutan. Disebut batik bercorak periok kere atau batik bunga hutan lantaran menggambarkan negeri subur nan aman sentosa, rakyat dan pemimpin bergandengan tangan.
Motif batik terakhir adalah kasih bersambut yang bermakna kain bercorak kasih bersambut, bunga tanjung berbunga harum, elok budi lemah dan lembut, bertegur sapa diiringi senyum.
Keterangan: Foto utama adalah motif Batik Perio Kere Sulor Berkait (periok kere sulor bekait, bunganya pula silang bersilang, tuah naik marwah pun bangkit, di mana tempat disenang orang). Sumber: Sugeng, Dekranasda Batam.
Penyunting: Nadya Gadzali