Bagi sebagian orang, Jambi mungkin terdengar asing di telinga. Namun bagi para pendaki gunung, Provinsi Jambi merupakan incaran pendakian dengan adanya Gunung Kerinci, gunung berapi tertinggi di Indonesia. Apalagi bagi para arkeolog, Jambi merupakan “lahan basah”, di mana terdapat banyak peninggalan jejak arkeologis yang belum terekspos.
Salah satu situs paling besar dan terkenal di Jambi adalah Candi Muaro Jambi yang terletak di Kabupaten Muaro Jambi. Luasnya kira-kira 3900 Hektare. Jadi, jika berwisata ke Candi Muaro Jambi, butuh waktu lebih dari satu hari untuk mengelilingi kompleks percandiannya.
Candi yang terbuat dari susunan batu bata ini diperkirakan telah berdiri sejak abad ke-8 hingga 17 Masehi. Selain itu, masih banyak situs purbakala dan peninggalan-peninggalan arkeologis di Jambi, salah satunya, Candi Solok Sipin.
Candi Solok Sipin terletak di Kelurahan Legok, Kota Jambi. Diapit oleh Danau Sipin dan Sungai Batanghari sehingga menyerupai pulau kecil.
Candi Solok Sipin diperkirakan berasal dari abad ke-7 atau ke-8 masehi. Uniknya, keberadaan situs purbakala ini terletak di dekat danau, sungai, dan berada dalam lingkungan zona hitam yang rawan narkotika dan obat atau bahan berbahaya (narkoba).
Kelurahan Legok memang terkenal dengan sebutan “Kampung Narkoba”. Bahkan, pada tahun 2017 sempat menduduki peringkat ke-4 tertinggi di Indonesia lantaran angka penggunaan dan peredaran narkoba.
Stigma yang melekat ini memberikan imbas yang luar biasa bagi masyarakat di sekitar Legok. Warga dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Legok, sulit untuk mencari pekerjaan di Kota Jambi. Keadaan ini menaruh masyarakat dalam posisi sulit untuk mendapatkan pekerjaan, hingga akhirnya terjun ke bisnis hitam.
Sampai saat ini, stigma tersebut masih melekat pada masyarakat Jambi. Keadaan sosial di Legok, membuat situs Candi Solok Sipin tak diketahui dan tak banyak mendapatkan perhatian. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, bisa saja situs ini dijadikan tempat wisata sejarah yang dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat.
Legok yang seharusnya memiliki sejarah kebudayaan panjang, justru tertutupi oleh stigma negatif. Namun kini, masyarakat dan pemerintah mencoba perlahan-lahan meniadakan stigma itu. Salah satu upaya positif yang dilakukan pemerintah dan masyarakat sekitar ialah dengan mendirikan pusat kerajinan batik di Legok, yakni Rumah Batik.
Merubah Stigma Negatif Kawasan Legok Melalui Batik
Rumah Batik yang berlokasi tepat di depan kantor kelurahan Legok, struktur bangunannya menyerupai rumah panggung yang terbuat dari material beton.
Rumah Batik sengaja dibuat dengan desain panggung untuk menghindari banjir kawasan Legok yang berasal dari luapan Sungai Batanghari.
Ketua Rumah Batik bernama Tinah, atau biasa dipanggil Yuk Tinah menyatakan bahwa didirikannya Rumah Batik sangat membantu kemandirian wanita-wanita di wilayah Legok. Bagaimana tidak, para wanita disana—khususnya ibu-ibu—harus siap hidup mandiri jika sewaktu-waktu suaminya tertangkap kasus narkoba. Ironisnya lagi, jika harus meninggal lantaran menggunakan narkoba.
Kerajinan batik di Jambi mungkin tak semasyhur di Jawa. Namun Jambi juga memiliki motif-motif khas, seperti motif durian pecah, perahu kajang lako, angsa dan lain sebagainya. Motif-motif ini umum dijumpai pada kain batik Jambi. NamunRumah Batik, mencoba membuat ciri khasnya sendiri dengan memanfaatkan budaya lokal yaitu situs Candi Solok Sipin sebagai inspirasi motif.
Eksplorasi motif yang berbasis pada situs Candi Solok Sipin sebenarnya baru dimulai pada awal Agustus 2020, berkat kerjasama dan sinergi antara saya dan teman-teman dosen Universitas Jambi yang tergabung dalam tim Pengabdian Pada Masyarakat dan Rumah Batik.
Kami melihat adanya potensi kebudayaan yang sangat kuat di Legok, namun tidak dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Lalu kami mencoba menuangkan kekayaan peninggalan arkeologis di Legok ke dalam motif batik.
Tinah mengaku sangat senang dan terbantu dengan kerjasama ini “selamo ini sayo dak pernah tau kalo disini ternyato ado candi. Dan selamo ini jugo kami sangat mentok untuk membuat motif”.
Tinah juga mengatakan bahwa untuk urusan motif, ia dan teman-temannya sangat berhati-hati karena berhubungan dengan hak cipta. Ia memaparkan bahwa selama ini, motif-motif yang digunakan merupakan hasil dari membeli. Kisaran harga tiap motif sangat beragam, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Ada beberapa motif yang coba dieksplorasi, salah satunya adalah makara. Makara ialah satu dari beberapa temuan di situs Candi Solok Sipin. Terbuat dari batu, tingginya sekitar 1,1 meter. Namun kini, makara Candi Solok Sipin berada di Museum Nasional Jakarta. Uniknya motif makara kaya akan ornamen-ornamen yang coba di adopsi ke dalam motif selain bentuk makara itu sendiri.
Kerajinan batik di Indonesia sudah diakui dunia. Pada tahun 2009, UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan dunia tak benda. Oleh sebab itu, tak ada salahnya jika status ini dimanfaatkan untuk menginovasi batik agar lebih kaya akan ragam hias. Selain itu, juga dapat meningkatkan taraf ekonomi dan sosial di masyarakat.
Tinah meyakini bahwa adanya kerajinan batik di Kelurahan Legok akan membawa perubahan walaupun sedikit, baik perubahan ekonomi maupun sosial. Saya sependapat dengan Tinah, sebab saya melihat adanya potensi yang kuat dalam kerajinan batik di Legok, sehingga kerajian ini dapat menjadi pencetus perubahan.
Mengapa saya katakan demikian?. Sebab, mengangkat nilai-nilai sejarah lokal yang terdapat dalam situs Candi Solok Sipin, tak mustahil kedepannya batik Legok mempunyai ciri khas yang berbeda dengan batik-batik Jambi lainnya.
Di sisi lain, motif-motif yang diadopsi memiliki filosofi dan nilai kultural yang kuat. Dengan demikian, Legok tidak lagi dicitrakan sebagai “Kampung Narkoba”, melainkan Kampung Batik yang motifnya unik, memiliki ciri khas, sarat akan nilai historis lokal, serta tidak dimiliki oleh batik dari daerah lain.
Hal yang juga perlu dipikirkan adalah pemasaran. Tentu saja, menyasar pangsa pasar yang tepat, sehingga batik Legok memiliki daya jual tinggi, serta dapat diterima oleh masyarakat.
Keterangan sumber: foto utama diabadikan oleh Nugrahadi Mahanani
Penyunting: Nadya Gadzali