Etnis.id - Melasti merupakan sebuah ritual pembersihan piranti dan tempat yang digunakan untuk upacara adat. Selain membersihkan, ritual ini juga dimaknai sebagai momen untuk penyucian.

Misalnya, kita punya piring yang sudah dicuci bersih lalu disimpan di sebuah tempat dan tidak dipakai, piring itu akan kembali kotor terkena debu. Apalagi piring yang sering digunakan untuk makan. Pasti ada saja noda yang menempel dan harus dicuci bersih lagi sebelum digunakan.

Proses ‘mencuci’ itulah yang dikenal dengan istilah Melasti bagi umat Hindu. Melasti atau Melis atau Makiyis, merupakan sebuah ritual penyucian dan pembersihan yang dilakukan sekelompok umat Hindu yang tergabung dalam satu kelompok banjar atau desa.

Proses penyucian ini menggunakan media tirta amerta yakni sumber mata air atau dimaknai sebagai air kehidupan. Dalam Babad Bal, Melasti juga bertujuan untuk melebur atau membasuh setiap pikiran, perkataan dan perbuatan yang kotor.

Saat umat Hindu berjalan berjajar menuju tirta amerta dalam ritual Melasti/Etnis/Maya Arina

Jalannya Melasti

Dalam proses Melasti, barisan umat Hindu yang menggunakan pakaian berwarna putih, berjalan bersama atau berbaris mengelilingi desa, sambil membawa dan mengarak piranti sarana persembahyangan dan benda-benda sakral yang ada di pura.

Perjalanannya hingga mencapai sumber mata air, danau atau laut. Hal ini dilakukan karena mata air, danau dan laut merupakan tirta amerta. Sementara benda-benda sakral yang dibawa dikenal dengan sebutan pratima dan pralingga yang terdiri dari piranti dan patung.

Benda itu dibawa untuk disucikan secara sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia gaib). Niskala dipercaya sebagai bentuk alam yang abstrak dan tak berwujud, namun sebetulnya berisi rasa bakti kepada Sang Pencipta.

Alam sekala dipercayai sebagai alam yang nyata dan terlihat. Selain melakukan penyucian dan pembersihan benda sakral milik pura, umat juga bersembahyang dalam proses Melasti.

Benda-benda sakral dari Pura yang dibawa dan diarak mengelilingi desa/Etnis/Maya Arina

Saat prosesi Melasti berlangsung, para pemangku adat memercikkan air suci kepada seluruh umat yang turut dalam Melasti, serta benda-benda sakral yang sedang dibawa dan diarak mengelilingi desa.

Selain menggunakan percikan air suci, pemangku adat juga akan berkeliling membubungkan asap dari dupa yang menyala, agar tebarannya dapat menyucikan seluruh elemen yang terlibat dalam Melasti.

Prosesi Melasti biasanya dilaksanakan beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi. Meski begitu, kembali lagi pada aturan dan tradisi masing-masing banjar (desa). Ada yang melakukannya dua hari, tiga hari bahkan seminggu sebelum Hari Raya Nyepi. Beberapa banjar ada juga yang melakukan Melasti dengan ketetapan waktu pelaksanaan yang berbeda, tergantung kapan upacara akan dilaksanakan di wilayahnya.

Dalam tradisi, masih-masing pura itu punya hari baiknya sendiri. Penentuan hari baik ini diketahui melalui perhitungan dalam kalender Bali. Pelbagai upacara yang ada di Bali dikategorikan secara bertingkat, mulai dari upacara tingkat kecil, sedang dan besar. Melasti biasanya dilakukan saat upacara tingkat sedang dan besar akan dilaksanakan.

Makna dan Tujuan

Sebelum melakukan upacara, masyarakat melakukan Melasti guna melebur dan membersihkan sifat-sifat buruk manusia. Orang Bali percaya, terdapat lima hal yang membuat manusia bersifat buruk dan kotor yaitu; keegoisan (asmita), kegelapan (awidya), hawa nafsu (raga), pemarah (dwesa), dan rasa takut (adhiniwesa).

Kelima hal di atas diyakini ada pada dalam diri setiap manusia dan dibersihkan melalui Melasti. Hal ini dijabarkan dalam Lontar Sundarigama.

Tradisi ini dilakukan dengan tujuan yang penuh makna dalam setiap bagiannya. Pertama, Melasti bertujuan untuk ngiring prewatek dewata yang artinya proses Melasti diawali dengan menyembah Sang Pencipta sebagai wujud bakti kepada Tuhan.

Dengan begitu, manusia akan mendapatkan energi yang suci atau tuntunan untuk mengelola kehidupan dari Tuhan. Ini yang sedikit membedakan Melasti dengan upacara atau sembahyang purnama, karena Melasti merupakan sebuah langkah ritual untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan lewat manifestasinya.

Benda-benda sakral dari Pura yang dibawa dan diarak mengelilingi desa/Etnis/Maya Arina

Kedua, Melasti bertujuan untuk anganyutaken laraning jagat yang artinya tradisi ini dapat memberikan energi positif dan dorongan kepada masyarakat agar dapat melenyapkan penyakit seperti penyakit sosial yang menimbulkan permusuhan.

Melasti diyakini sebagai upaya bersifat niskala yang harus diimbangi dengan langkah sekala untuk membangun kepedulian dan membersihkan penderitaan warga.

Ketiga, Melasti bertujuan untuk anganyutaken papa kelsa yang artinya menuntun masyarakat melebur sifat-sifat buruk secara individu dan umat dapat membersihkan diri dari kekotoran rohani. Kelima sifat buruk yang dimiliki harus dilebur agar individu tidak merasakan penderitaan.

Saat umat Hindu berjalan berjajar menuju tirta amerta dalam ritual Melasti/Etnis/Maya Arina

Keempat, Melasti bertujuan untuk anganyut aken letuhan bhuwana yaitu bersama-sama menjaga alam dan kelestariannya. Melalui proses dan rangkaian ritual, Melasti diharapkan dapat meningkatkan kesadaran umat untuk menjaga alam dan menghilangkan sifat-sifat yang merusak alam.

Kelima, Melasti bertujuan untuk ngamet sari ning amerta ring telenging segara yang artinya mengambil sari-sari kehidupan dari tengah lautan. Melasti memuat nilai-nilai yang sangat luas dan universal.

Saat Melasti, para Dewa diyakini hadir mengelilingi desa. Para empu rumah yang nantinya dilewati iring-iringan Melasti, harus memberikan canang dan dupa di depan pintunya sebagai sesaji yang menyimbolkan bentuk bakti kepada Dewa. Iring-iringan ini juga diyakini akan menyucikan dan membersihkan desa, karena telah dilewati benda-benda sakral milik pura.

Editor: Almaliki