Etnis.id - Saat matahari bersinar, langit Bali dihiasi pelbagai macam bentuk layang-layang yang mengudara. Bak pameran seni, layang-layang khas Bali menari-nari mewarnai langit biru Pulau Dewata.

Tidak hanya sedap dipandang, layang-layang ini juga mengeluarkan suara indah yang berasal dari getaran tali. Suaranya disebut guwang. Saking cintanya warga pada tradisi ini, akhirnya lahir festival layang-layang yang menjadi daya tarik bagi masyarakat serta wisatawan.

Bermain layang-layang atau “melayangan” merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Bali hingga sekarang. Ihwal guwang, bunyinya mirip seperti tiupan seruling dan ada juga yang terdengar mirip suara helicopter terbang.

Layang-layang itu ukurannya besar. Perlu kekuatan lima orang dewasa untuk menerbangkannya. Semakin besar ukurannya, semakin banyak orang yang dibutuhkan untuk mengendalikan layangan. Para pengendali layangan tidak hanya dimainkan oleh anak kecil, malah orang dewasa juga menggemarinya.

Tradisi melayangan ini berasal dari kebiasaan anak-anak petani yang ikut menghabiskan waktu di ladang atau area persawahan. Sembari menjaga sawah dan hewan ternak, mereka bersenang-senang dengan bermain layang-layang.

Di Bali, terdapat kisah mitologi Rare Angon atau Dewa Layang-layang. Rare Angon dipercaya umat Hindu sebagai penjelmaan Dewa Siwa yang berperawakan anak-anak saat sedang menggembalakan kerbau di sawah.

Kisah Rare Angon juga erat kaitannya dengan kehadiran dewa saat musim panen tiba. Saat itu, Rare Angon akan datang ke bumi dengan diiringi tiupan seruling yang diartikan sebagai tanda pemanggil angin. Hal ini juga dipercaya sebagai bentuk perlindungan yang diberikan dewa untuk melindungi area persawahan dari hama-hama.

Beragam jenis layang-layang tradisional Bali yang mengudara di langit Pantai Mertasari, Denpasar Selatan/ETNIS/Maya Arina

Mengenal Jenis Layangan

Layang-layang tradisional Bali terkenal dengan tiga bentuk. Pertama, Layang-layang Be-bean. Layang-layang ini berbentuk seperti ikan, memiliki titik pada bagian tengah dan berorientasi pada delapan arah mata angin. Dinamakan Be-bean karena kata ‘be’ bermakna ikan.

Ketika layang-layang ini mengudara, akan tampak seperti ikan yang sedang berenang di air. Di beberapa tempat, layangan ini disebut juga sebagai layangan Kepes.

Kedua, Layang-layang Pecuk. Bentuk layangan ini sederhana. Memiliki empat sudut yang bentuknya menekuk dan tampak seperti daun. Dinamakan “pecuk” karena dalam bahasa Bali, pecuk berarti menekuk.

Dalam menerbangkan layangan Pecuk, diperlukan keahlian khusus. Karena, layangan ini sangat lincah bergerak di udara dan bisa menyambar. Bila dalam perlombaan, penilaian Layangan Pecuk dilihat dari teknik, keahlian dan kestabilan orang yang menerbangkannya.

Ketiga, Layang-layang Janggan. Layangan ini merupakan layangan yang sakral. Bentuknya sangat unik, dengan adanya ekor yang sangat panjang hingga puluhan meter bahkan lebih. Butuh banyak orang untuk menerbangkan layangan ini. Bila mengudara, Layangan Janggan akan tampak seperti naga yang dipercayai masyarakat Bali mirip penjaga keseimbangan dan kestabilan bumi.

Dalam cerita turun temurun, bumi ditopang seekor kura-kura raksasa dan dikelilingi tubuh seekor naga yang bernama Naga Besuki. Naga Besuki kemudian diabadikan menjadi Layangan Janggan.

Saking sakralnya, sebelum diterbangkan, layangan akan disucikan terlebih dahulu. Usai diterbangkan, layangan ini kembali disucikan dan didoakan. Bagi orang Bali, mereka percaya bahwa layang-layang memiliki badan, tulang dan roh yang dikenal dengan istilah Rancang Bangun.

Layang-layang Be-bean (ikan) besar saat akan diterbangkan/ETNIS/Maya Arina

Proses Pembuatan

Dalam tradisi, proses pembuatan layang-layang menggunakan batang bambu tua yang dioles minyak tanah agar tidak mudah termakan rayap. Setelah rangka terbentuk, baru ditambahkan kain berwarna-warni dan detail hiasan.

Pembuatan layang-layang dapat dilakukan oleh sekelompok laki-laki dibantu kaum perempuan. Tapi saat menerbangkannya, biasanya hanya kelompok laki-laki yang terlibat. Pembuatan layang-layang biasanya dilakukan saat waktunya dekat festival atau lomba.

TIga jenis layangan yang disebutkan di atas, tampilannya tidak pernah berubah sebagai wujud menghormati leluhur. Hanya, teknik dan proses pembuatannya dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan zaman.

Be-bean itu berukuran 5 meter. Biasanya saat dibuat, membutuhkan waktu kurang lebih 7 hari. Sedangkan proses pembuatan layang-layang Janggan yang panjangnya lebih dari 15 meter, bisa memakan waktu sekisar 30 hari bahkan lebih.

Hal ini kembali lagi pada besar-kecilnya layang-layang. Dalam festival, layang-layang akan dibuat dalam ukuran raksasa. Mau tidak mau, semua tergantung pada dana yang dibutuhkan dalam proses pembuatannya. Layang-layang berukuran besar juga biasanya bisa dibongkar pasang untuk memudahkan proses membawa dari desa ke lokasi festival dan sebaliknya.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat juga ada yang mengembangkan layang-layang dalam berbagai ragam bentuk. Layangan itu dinamai layang-layang kreasi, karena modelnya disesuaikan oleh kreativitas warga tanpa aturan baku. Kebebasan layangan kreasi seringkali melahirkan variasi yang unik dan menarik perhatian.

Biasanya, melayangan dilakukan saat sore di tanah lapang. Karena di Bali banyak pantai, melayangan sering diterbangkan di pinggir pantai. Selain banyak orang yang hobi melayangan, ada juga orang-orang yang fokus dalam proses pembuatannya sehingga menjadikan layang-layang sebagai mata pencaharian.

Mereka itulah yang juga banyak ditemukan di Bali. Biasanya ada pengrajin yang menjual layang-layang sesuai pesanan, ada pula yang rutin memproduksi lalu menjualnya. Harga yang ditawarkan cukup variatif, mulai dari ratusan ribu rupiah hingga ratusan juta rupiah. Semuanya tergantung besar kecil dan tingkat kesulitan pembuatan layang-layang.

Bermain layang-layang bisa bermanfaat mempererat tali persaudaraan. Seperti saat layang-layang berukuran raksasa diterbangkan. Layangan besar tidak akan bisa mengudara, bila hanya diterbangkan oleh seorang saja. Hal ini yang membuat kerjasama antarindividu dibutuhkan.

Biasanya, kelompok layang-layang besar dan raksasa terbentuk dari satu banjar (desa) yang sama. Saat festival besar, biasanya layang-layang dibuat secara gotong royong oleh anggota banjar dan kemudian diikutsertakan dalam perlombaan.

Kerjasama pemuda saat akan menerbangkan layang-layang berukuran besar/ETNIS/Maya Arina

Festival Wujud Pelestarian

Masyarakat Bali berupaya menjaga kebudayaan leluhurnya. Seperti menjaga melayang, yang dianggap sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Caranya dengan mengadakan festival layang-layang setiap tahun.

Festival layang-layang pertama kali diadakan di Subak Tanjung Bungkak, Denpasar tahun 1979. Setiap tahun, festival ini mendapat sambutan dan antusiasme yang tinggi dari mana saja. Saat festival dilaksanakan, biasanya ribuan layang-layang diterbangkan.

Saat festival terdapat juga kompetisi atau perlombaan layang-layang. Dalam perlombaan ini, para peserta berbentuk kelompok yang terdiri dari tim yang menerbangkan layangan, tim pemain gamelan dan pembawa bendera.

Festival layang-layang biasanya bisa dinikmati di Pantai Padang Galak, Pantai Sanur, hingga Pantai Mertasari. Selain festival, event lomba layang-layang juga banyak digelar untuk menjadi wadah bagi masyarakat untuk menjaga tradisi permainan tradisional ini.

Layang-layang Janggan dengan panjang ekor lebih dari 15 meter/ETNIS/Maya Arina

Penyunting: Almaliki